9SQUARE
(NINE SQUARE)
Adhi
menjulurkan kepala ke luar jendela taksi dan melihat pemandangan kota yang sudah
lama tidak dilihatnya. Adhi sedang menuju rumahnya setelah berlibur di jepang
selama beberapa minggu.
Sesampainya
di apartemen, Adhi langsung menghempaskan badannya ke tempat tidur. Dia sangat
lelah setelah perjalanannya dari Jepang sampai Jakarta. Saking lelahnya, tanpa
sadar Adhi pun tertidur.
“Kriiiing….Kring….,”Terdengar
dengan jelas bunyi handphone berdering. Satu kali, dua kali, tiga kali,
handphone itu dibiarkan berdering tanpa diangkat oleh Adhi. Akhirnya setelah
entah berapa kali handphone itu
berdering, Adhi pun menyerah dan mengangkat handphone nya.
“Akhirnya
kau jawab juga teleponku. Aku sudah mencoba menghubungimu dari beberapa jam
yang lalu.” Bentak seseorang di seberang telepon.
Kata-kata
itu menerjang telinga Adhi bahkan sebelum Ia sempat berkata “Hallo”. Adhi bahkan
belum sempat menempelkan handphonenya
di telinganya. Mengenali suara sahabatnya di ujung sana, Adhi tertawa dan
berkata, “Fatkul sahabatku, aku tahu kau rindu padaku, tapi kau tidak perlu
berteriak dan membuat semua orang yang mendengar salah paham mengira kita ini
pacaran atau semacamnya.”
Fatkhul
tertawa hambar. “Lucu sekali.”
Adhi
berdiri manghadap jendela dan melihat ke luar apartemennya yang berada di
lantai 13. Terlihat langit sudah gelap. Hari sudah malam. Entah berapa jam Ia
sudah tertidur.
“Sebenarnya
aku tahu kau meneleponku,” sahut Adhi ringan. “Dan aku minta maaf tidak
menjawab teleponmu. Aku sangat lelah setelah sampai di sini. Dan aku tidak
ingin waktu istirahatku diganggu.”
“Ah, itu
yang ingin aku tanyakan. Apa kau sudah tiba di Indonesia? Kapan kau tiba?”
“Tadi
siang. Entah jam berapa aku tiba. Aku tidak melihat jam.” Sahut Adhi.
“Kenapa
kau tidak menghubungiku? Padahal kalau kau menghubungiku, aku akan menjemputmu
di bandara. Oh ya, bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja? Kau sudah baikan? Kau
sudah tenang? Kau pergi ke Jepang selama ini untuk menghindar dari Putri kan?”
sergah Fatkul.
Adhi tertawa.
“Berapa banyak pertanyaan yang akan kau lontarkan kepadaku? Kau terlalu
menghawatirkanku. Sekarang kau malah jadi terdengar seperti Ibuku. Aku
baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”
Fatkul
malah terkekeh. “Hehe… ah, besok kau akan datang ke kantor?”
“Ya.”
Sahut Adhi ringan. Setelah menutup telepon, Adhi menghempaskan kembali tubuhnya
di sofa yang menghadap ke jendela. Sofa itu adalah tempat favorit Adhi di
saat-saat seperti ini. Apalagi saat malam hari. Pemandangan langit malam terlihat
jelas dari sini.
Besoknya…
Adhi
melangkah keluar dari apartemennya, menuruni lift dan keluar dari gedung
apartemennya menuju mobilnya yang sudah lama tidak Ia kendarai karena Ia
meninggalkannya selama Ia pergi ke Jepang.
Adhi
mengeluarkan I-pod dan memasang earphone
ke telinga dan mulai mengendarai mobilnya menuju kantornya.
Adhi
bekerja di perusahaan percetakan majalah. Bersama sahabatnya, Fatkul, yang
sudah dikenalnya sejak SMA, sudah 2 tahun mereka bekerja disana.
Ketika
Adhi tiba di kantornya, Ia disambut dengan cukup meriah oleh teman-temannya.
Adhi termasuk salah satu karyawan yang terkenal di antara semua karyawan di
perusahaan itu. Bagaimana tidak, Adhi cukup gagah, masih muda, dan berprestasi
di dalam pekerjaannya.
Dari
belakang, seseorang menepuk pundaknya. Ternyata itu Fatkul.
“Yoo…
selamat pagi, sayangku.” Mendengar salam dari Fatkul, Adhi langsung merinding.
“Menjijikan.
Hanya satu kata itu saja yang dapat kukatakan untuk menjawab salammu.”
“Iih, baby jahat!” gurau Fatkul dengan nada
manja.
Saat
makan siang, Seperti biasanya, Adhi dan Fatkul bagaikan amplop dan perangko
yang tak terpisahkan. Mereka berdua makan bersama di seebuah rumah makan di
dekat kantor mereka.
Fatkul
makan sambil mengoceh panjang lebar tentang hal-hal mistis. Itulah hobinya.
Fatkul sangat tertarik terhadap semua yang berhubungan dengan hal-hal gaib.
Adhi yang sama sekali tidak tertarik dengan hal tersebut hanya diam entah
mendengarkan ocehan Fatkul atau tidak.
“Eh..eh..
kau itu sebenarnya mendengarkanku tidak? Cerita ini sangat menarik dan nyata.
Ah, dan begitu populer selama kau berada di Jepang. Kau ingin mendengar
ceritanya?” Tanya Fatkul pada Adhi. Dan tanpa menunggu jawaban dari Adhi,
Fatkul tetap meneruskan ceritanya.
“Begini.
Kau sudah tahu ada supermarket baru yang bernama 9Square kan? Konon, di akhir
pembangunan supermarket tersebut, ada orang yang dijadikan tumbal. Aku tidak
tahu orang yang dijadikan tumbal itu siapa atau seperti apa orangnya. Entah
laki-laki atau perempuan. Atau bisa saja anak-anak.”
Tiba-tiba
Adhi menyela “Memangnya apa urusanmu sampai harus tahu siapa orang yang
dijadikan tumbal? Lagipula itu cuma cerita khayalan buatan orang-orang untuk
mencari sensasi saja, kan? Zaman sudah canggih. Hal yang seperti itu sudah
bukan zamannya lagi. Sama sekali tidak masuk akal.”
“ Kau
masih tetap dingin seperti biasa.” Fatkul sudah terbiasa dengan sikap Adhi yang
dingin itu. “Orang sepertimu harus berhati-hati,” lanjut Fatkul. “sesuatu yang
gaib memang ada. Dan jangan sampai kamu takabur. Nanti kamu ketulah, lho!”
Adhi
hanya tertawa mendengar nasehat dari Fatkul yang menurutnya aneh. Fatkul
memotong tawa Adhi dan mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya.
Minggu depan kan ulang tahunmu. Bagaimana kalau kita rayakan ulang tahunmu di
rumahku? Kita adakan acara di taman belakang rumahku. Garden party. Bagaimana?”
“Hm..
terserah kamu sajalah.”
“Brr…dinginnya
sikapmu”. Canda Fatkul dengan gaya seakan kedinginan.
Seminggu
kemudian…
Hari
menjelang tengah malam. Tapi semangat Adhi dan teman-temannya yang membantu
mendekor taman tak terlihat kendur. Adhi mengeluarkan kopi hangat lagi dari
dapur rumah Fatkul yang sudah seperti rumah sendiri sebelum mereka mengeluh
kantuk. Ia juga mengeluarkan kue kering yang sebenarnya akan menjadi hidangan
besok siang.
“Ngopi
dulu!” Adhi mengangsurkan secangkir kopi kepada Fatkul yang terlihat paling
sibuk mendekorasi panggung kecil. “kau terlalu bersemangat. Ini kan cuma ulang
tahun biasa. Kau tidak perlu terlalu serius. Lagipula, apa-apaan dekorasi ini.
Seperti untuk anak umur 17 tahun saja.”
“Tidak
apa-apa kan. Lagipula kita juga belum tua kok. 23 tahun itu masih sangat muda
tahu.”
Adhi
hanya tertawa hambar mendegar ungkapan Fatkul barusan. “jangan sampai kau sakit
karena terlalu bersemangat. Setidaknya pakailah bajumu agar kau tidak masuk
angin besok.”
Fatkul
bertelanjang dada. Ia tak peduli dengan hembusan angin malam. Ia merasa gerah. Ada
Barrie yang telah selesai dengan pot-pot bunga yang mengelilingi meja untuk
tempat kue tart. Dino bertugas mengatur meja dan kursi. Deri dan henry sibuk
dengan sound system.
“Kamu
punya kabel lima meteran?” teriak Henry.
Adhi
mendekat. “Enggak ada. Buat apa?”
“Kita
butuh kabel untuk speaker yang akan
ditaruh di sana. Yang ini kurang panjang.” Ungkap Henry sambil menunjuk ke arah
panggung yang sedang didekor oleh Fatkul. Rencananya, panggung itu akan dibuat
sebagai tempat untuk grup band yang mereka sewa untuk tampil memeriahkan acara.
Benar-benar acara untuk anak umur 17-an. Tapi karena Fatkul sangat bersemangat
mengadakan acara ini, Adhi membiarkannya.
“Besok saja.”
Teriak Fatkul. “aku bisa membelinya pagi-pagi.”
“Aku
akan membelinya.” Kata Adhi tanpa berpikir panjang. Mungkin sebagai ungkapan rasa
terima kasihnya kepada sahabatnya, setidaknya Adhi ingin membantu lebih untuk
sahabatnya itu.
“Tengah
malam begini?” Fatkul melotot.
“Kenapa tidak?
9Square buka 24 jam. Aku akan ke sana untuk membeli kabel.”
Henry
menatap Adhi. “Kamu berani ke sana tengah malam begini?”
“siapa
takut?” tantang Adhi
“Tapi
cerita-cerita itu…?”
Adhi
tersenyum. “Ah, isapan jempol.” Memang, setelah Fatkul bercerita sedikit
tentang 9Square yang mengambil tumbal seminggu yang lalu, banyak cerita lain
kelanjutan dari cerita Fatkul. Sering terjadi peristiwa aneh serta penampakan
makhluk mengerikan dalam waktu seminggu ini.
Salah
satu contohnya, ada yang mengaku ada seorang wanita memakai gaun serba putih
dan berambut panjang yang ingin menumpang di mobil yang sedang melintas di
depan supermarket itu. Dan setelah wanita itu telah naik ke mobil, wanita itu
menghilang tiba-tiba di dalam mobil.
Atau, ada
cerita lain. Ada yang melihat seorang laki-laki berpakaian serba hitam yang
mengganggu mobil pengunjung yang datang ke supermarket itu. Gangguannya pun
berbeda-beda. Ada yang tiba-tiba dihadang saat akan keluar dari supermarket itu
dan bermacam-macam cerita lainnya.
Tapi,
Adhi berkeras untuk berangkat sendiri tanpa ditemani.
Pukul
00.30 Adhi tiba di supermarket serba ada 9Square. Supermarket itu tampak sepi.
Suasana di sekitarnya juga demikian. Mungkin karena sekarang sudah bukan jam
yang tepat untuk berbelanja, kecuali mereka yang membutuhkan sesuatu yang
sifatnya mendesak dan darurat.
Di area
parkir hanya ada dua mobil. Ketika mobilnya telah terparkir, Adhi segera keluar
dari mobilnya. Tiba-tiba bunyi keras membuatnya kaget. Adhi seakan terpaku di
tempat. Tubuhnya tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara, tidak bisa bernapas.
Dengan mata terbelalak Adhi menatap bayangan itu membetulkan letak…. Tong
sampah?
Adhi
mengumpat karena kaget. Ternyata suara yang membuat kaget itu berasal dari
petugas parkir yang menabrak dan menjatuhkan sebuah tong sampah di ujung tempat
parkir itu. Seketika Adhi teringat bahwa dompetnya tertinggal di dalam mobil.
Adhi kembali masuk dan menutup pintu mobil sambil mencari-cari dompetnya.
Tiba-tiba sebuah ketukan keras dari kaca mobilnya mengejutkan Adhi.
“Karcisnya.”
Adhi
menurunkan kaca mobil dan menerima sobekan karcis yang diangsurkan petugas
parkir itu. Adhi sempat bingung. Sesaat barusan Ia melihat petugas parkir itu
berada di ujung tempat parkir itu dan menabrak tong sampah. Namun, tiba-tiba
saja petugas parkir tersebut sudah berada di samping mobilnya. Belum sempat
berpikir lebih jauh, Adhi kembali kaget. Petugas parkir itu mengenakan seragam
serba hitam seperti jas hujan. Mungkin tadi hujan di sekitar sini, batin Adhi
untuk menenangkan diri.
Setelah
keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk. Adhi merasakan sesuatu yang
ganjil dan bulu kuduknya meremang. Ia menoleh sekali lagi ke arah petugas
parkir itu yang berdiri di bawah cahaya lampu. Tubuhnya tinggi besar. Jubah
yang dikenakannya mengingatkan Adhi tentang penggali kubur seperti yang ada di
film-film horor.
Sesuatu
di bawah jubah itu bersinar berwarna merah. Matanya? Bersinar? Adhi setengah
berlari memasuki toko. Ia menyempatkan diri melihat ke arah petugas parkir itu.
Petugas parkir itu memakai kacamata dan cahaya itu adalah efek pantulan sinar
lampu yang mengenai kacamata itu. Batin Adhi mencari alasan.
Adhi
meredakan jantungnya. Dengan langkah cepat Ia menuju daerah tempat peralatan
listrik. Tempat itu benar-benar sepi. Tak ada pembeli selain dirinya. Petugas
pun tak terlihat. Hanya ada seorang wanita yang duduk terkantuk-kantuk di
belakang meja kasir.
Adhi langsung mengambil kabel sepanjang 10 meter
yang telah terbungkus rapi. Adhi tidak ingin pusing-pusing mencari kabel
sepanjang 5 meter seperti yang dibutuhkan oleh teman-temannya karena Ia merasa
harus secepatnya pergi dari tempat itu. Dari tadi perasaannya tidak enak. Adhi
gugup. Ia tidak sengaja menyenggol dan menjatuhkan beberapa barang yang
menimbulkan suara berisik.
Adhi
menoleh kearah wanita di balik meja kasir yang seperti tersentak akibat suara
berisik. Adhi tersentak dan kabel ditangannya nyaris jatuh. Ia tidak percaya
dengan apa yang sedang dilihatnya sekarang.
Wanita
itu berdiri kaku. Wajahnya pucat mayat dengan mata putih. Ia menjulurkan
lidahnya yang memanjang seperti ular. Matanya putih semua? Adhi menggoyangkan
kepalanya untuk mengusir pikiran hantu. Adhi menoleh kearah perempuan itu
dengan lebih teliti. Namun yang Ia dapati adalah wanita itu telah tertidur
kembali diatas meja kasirnya.
Adhi
segera berjongkok memunguti benda-benda yang Ia jatuhkan tadi. Ia menemukan
cairan merah menggenang di lantai. Adhi menyentuh cairan merah itu. Dia
menciumnya. Baunya amis.
Darah!?
Adhi
mengeluarkan jeritan dan berjalan menjauh. Namun, anehnya cairan itu bergerak
mengikuti langkah Adhi. Adhi berlari menuju meja kasir. Darah itu bergerak
semakin melebar seperti mengejarnya.
Adhi
tiba di meja kasir dan melemparkan kabel itu keatas meja. Perempuan yang
tertidur itu tersentak. Matanya yang putih tanpa kornea itu melotot. Mulutnya
yang terbuka memperlihatkan taring yang sepertinya tajam. Batin Adhi hanya
berkata : LARI!
Adhi
lari tunggang langgang meninggalkan toko itu. Sampai di dekat pintu, Ia
dihadang oleh sosok serba hitam persis di tengah tengah-tengah pintu. Dengan
penuh keberanian, Ia menerobos sosok serba hitam. Adhi tidak merasakan bahwa Ia
menabrak sesuatu.
Rasa
takut mengalahkan rasa bingung Adhi dengan apa yang baru saja terjadi. Adhi
langsung lari kearah mobil. Ia telah mencapai mobil dan dengan tangan gemetaran
Adhi membuka mobil dan langsung masuk serta mengunci mobilnya.
Tapi
sebelum Ia berhasil menghidupkan mesin mobil, matanya terpaku kedepan persis
didepan mobilnya. Hantu berpakaian serba hitam itu berdiri dengan tangan yang
terentang. Hantu itu menerbangkan mobil Adhi dan membantingnya, menimbulkan
guncangan yang luar biasa.
Gelap.~~
Gedoran
berulang kali di kiri dan kanan. Susah payah Adhi membuka matanya. Terdengar suara-suara
yang amat dikenalnya.
“Buka
pintunya. Adhi! Buka!”
Iwan
yang menggedor kaca depan mobilnya. Menoleh ke kanan, dilihatnya Fatkul
berteriak-teriak dengan wajah cemas. Seluruh kesadaran Adhi telah kembali. Dibukanya
pintu kanan mobil dan seketika Ia merasakan udara segar memasuki paru-parunya.
“Kamu
kenapa? Kami mencemaskan kamu! Tiga jam belum juga kembali!” Tanya Fatkul
dengan wajah cemas.
“Aku..Aku…”
Adhi menatap ke sekeliling seperti mencari-cari sesuatu. Dimana hantu petugas parkir
itu? Tak ada. “dimana?” Tanya Adhi seperti orang linglung.
“Kamu
ini!” Henry memukul kepala Adhi dengan kesal. “Kami mencemaskan kamu dan
terpaksa menyusul kemari. Nggak tahunya kamu malah tidur di dalam mobil!”
“Tidur?”
Adhi masih melongo.
“Kamu
memang kelewatan, Dhi! Kami bersusah-payah bantu-bantu, kamu malah ngungsi dan
tidur disini. Mana kaca-kacanya tertutup rapat-rapat. Kamu bisa mati didalam
mobil karena kehabisan oksigen, tahu!” Bentak Barrie.
Adhi
turun dari mobil. Diedarkan kembali pandangan ke setiap sudut area parkir yang
sunyi. Rupanya hari hampir pagi dan matahari sudah mulai terbit.
“Mana
kabel yang kamu beli? Dapat tidak?” Tanya Fatkul.
“Kabel?”
Adhi mengangkat tangannya yaqng kosong lalu meneliti ke dalam mobil. “Dimana
kabelnya? Oh?! Tertinggal di meja kasir? Di mejanya perempuan bertaring itu!”
“Huh!”
Deri mendorong tubuh Adhi dengan kesal. “Kamu memang kesini cuma untuk ngungsi
tidur! Kelewatan!”
Deri berjalan
kearah pintu masuk 9Square diikuti Henry, Iwan, dan Barrie.
“Ayo”
ajak Fatkul sambil mengangsurkan tangan. Adhi berjalan mengikuti Fatkul. Adhi
masih kebingungan. Benarkah Aku hanya tertidur didalam mobil dan mengalami
mimpi buruk?
Adhi
mengangkat tangan dan Ia melihat ada bercak di jarinya yang kini telah mengering
dan berubah menjadi hitam. Bercak apa ini? Dengan bingung Adhi mencoba
mengingat dan menduga-duga asal bercak berwarna hitam ini.
Seketika
Adhi teringat dengan kejadian yang baru saja dialaminya saat Ia menyentuh
cairan merah yang ternyata darah. Sekarang darah itu telah mengering dan
berubah warna menjadi hitam dan berbekas di tangannya.
Saat
sadar, dilihatnya hantu berpakaian serba hitam dengan mata merah menyala sedang
memperhatikannya di kejauhan tempat parkir itu.
Adhi
menjerit. Menjerit sekeras-kerasnya dan jatuh pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar