Minggu, 07 Desember 2014

9SQUARE [Cerpen]

9SQUARE
(NINE SQUARE)
Adhi menjulurkan kepala ke luar jendela taksi dan melihat pemandangan kota yang sudah lama tidak dilihatnya. Adhi sedang menuju rumahnya setelah berlibur di jepang selama beberapa minggu.
Sesampainya di apartemen, Adhi langsung menghempaskan badannya ke tempat tidur. Dia sangat lelah setelah perjalanannya dari Jepang sampai Jakarta. Saking lelahnya, tanpa sadar Adhi pun tertidur.
“Kriiiing….Kring….,”Terdengar dengan jelas bunyi handphone berdering. Satu kali, dua kali, tiga kali, handphone itu dibiarkan berdering tanpa diangkat oleh Adhi. Akhirnya setelah entah berapa kali handphone itu berdering, Adhi pun menyerah dan mengangkat handphone nya.
“Akhirnya kau jawab juga teleponku. Aku sudah mencoba menghubungimu dari beberapa jam yang lalu.” Bentak seseorang di seberang telepon.
Kata-kata itu menerjang telinga Adhi bahkan sebelum Ia sempat berkata “Hallo”. Adhi bahkan belum sempat menempelkan handphonenya di telinganya. Mengenali suara sahabatnya di ujung sana, Adhi tertawa dan berkata, “Fatkul sahabatku, aku tahu kau rindu padaku, tapi kau tidak perlu berteriak dan membuat semua orang yang mendengar salah paham mengira kita ini pacaran atau semacamnya.”
Fatkhul tertawa hambar. “Lucu sekali.”
Adhi berdiri manghadap jendela dan melihat ke luar apartemennya yang berada di lantai 13. Terlihat langit sudah gelap. Hari sudah malam. Entah berapa jam Ia sudah tertidur.
“Sebenarnya aku tahu kau meneleponku,” sahut Adhi ringan. “Dan aku minta maaf tidak menjawab teleponmu. Aku sangat lelah setelah sampai di sini. Dan aku tidak ingin waktu istirahatku diganggu.”
“Ah, itu yang ingin aku tanyakan. Apa kau sudah tiba di Indonesia? Kapan kau tiba?”
“Tadi siang. Entah jam berapa aku tiba. Aku tidak melihat jam.” Sahut Adhi.
“Kenapa kau tidak menghubungiku? Padahal kalau kau menghubungiku, aku akan menjemputmu di bandara. Oh ya, bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja? Kau sudah baikan? Kau sudah tenang? Kau pergi ke Jepang selama ini untuk menghindar dari Putri kan?” sergah Fatkul.
Adhi tertawa. “Berapa banyak pertanyaan yang akan kau lontarkan kepadaku? Kau terlalu menghawatirkanku. Sekarang kau malah jadi terdengar seperti Ibuku. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”
Fatkul malah terkekeh. “Hehe… ah, besok kau akan datang ke kantor?”
“Ya.” Sahut Adhi ringan. Setelah menutup telepon, Adhi menghempaskan kembali tubuhnya di sofa yang menghadap ke jendela. Sofa itu adalah tempat favorit Adhi di saat-saat seperti ini. Apalagi saat malam hari. Pemandangan langit malam terlihat jelas dari sini.
Besoknya…
Adhi melangkah keluar dari apartemennya, menuruni lift dan keluar dari gedung apartemennya menuju mobilnya yang sudah lama tidak Ia kendarai karena Ia meninggalkannya selama Ia pergi ke Jepang.
Adhi mengeluarkan I-pod dan memasang earphone ke telinga dan mulai mengendarai mobilnya menuju kantornya.
Adhi bekerja di perusahaan percetakan majalah. Bersama sahabatnya, Fatkul, yang sudah dikenalnya sejak SMA, sudah 2 tahun mereka bekerja disana.
Ketika Adhi tiba di kantornya, Ia disambut dengan cukup meriah oleh teman-temannya. Adhi termasuk salah satu karyawan yang terkenal di antara semua karyawan di perusahaan itu. Bagaimana tidak, Adhi cukup gagah, masih muda, dan berprestasi di dalam pekerjaannya.
Dari belakang, seseorang menepuk pundaknya. Ternyata itu Fatkul.
“Yoo… selamat pagi, sayangku.” Mendengar salam dari Fatkul, Adhi langsung merinding.
“Menjijikan. Hanya satu kata itu saja yang dapat kukatakan untuk menjawab salammu.”
“Iih, baby jahat!” gurau Fatkul dengan nada manja.
Saat makan siang, Seperti biasanya, Adhi dan Fatkul bagaikan amplop dan perangko yang tak terpisahkan. Mereka berdua makan bersama di seebuah rumah makan di dekat kantor mereka.
Fatkul makan sambil mengoceh panjang lebar tentang hal-hal mistis. Itulah hobinya. Fatkul sangat tertarik terhadap semua yang berhubungan dengan hal-hal gaib. Adhi yang sama sekali tidak tertarik dengan hal tersebut hanya diam entah mendengarkan ocehan Fatkul atau tidak.
“Eh..eh.. kau itu sebenarnya mendengarkanku tidak? Cerita ini sangat menarik dan nyata. Ah, dan begitu populer selama kau berada di Jepang. Kau ingin mendengar ceritanya?” Tanya Fatkul pada Adhi. Dan tanpa menunggu jawaban dari Adhi, Fatkul tetap meneruskan ceritanya.
“Begini. Kau sudah tahu ada supermarket baru yang bernama 9Square kan? Konon, di akhir pembangunan supermarket tersebut, ada orang yang dijadikan tumbal. Aku tidak tahu orang yang dijadikan tumbal itu siapa atau seperti apa orangnya. Entah laki-laki atau perempuan. Atau bisa saja anak-anak.”
Tiba-tiba Adhi menyela “Memangnya apa urusanmu sampai harus tahu siapa orang yang dijadikan tumbal? Lagipula itu cuma cerita khayalan buatan orang-orang untuk mencari sensasi saja, kan? Zaman sudah canggih. Hal yang seperti itu sudah bukan zamannya lagi. Sama sekali tidak masuk akal.”
“ Kau masih tetap dingin seperti biasa.” Fatkul sudah terbiasa dengan sikap Adhi yang dingin itu. “Orang sepertimu harus berhati-hati,” lanjut Fatkul. “sesuatu yang gaib memang ada. Dan jangan sampai kamu takabur. Nanti kamu ketulah, lho!”
Adhi hanya tertawa mendengar nasehat dari Fatkul yang menurutnya aneh. Fatkul memotong tawa Adhi dan mengalihkan pembicaraan.
“Oh ya. Minggu depan kan ulang tahunmu. Bagaimana kalau kita rayakan ulang tahunmu di rumahku? Kita adakan acara di taman belakang rumahku. Garden party. Bagaimana?”
“Hm.. terserah kamu sajalah.”
“Brr…dinginnya sikapmu”. Canda Fatkul dengan gaya seakan kedinginan.
Seminggu kemudian…
Hari menjelang tengah malam. Tapi semangat Adhi dan teman-temannya yang membantu mendekor taman tak terlihat kendur. Adhi mengeluarkan kopi hangat lagi dari dapur rumah Fatkul yang sudah seperti rumah sendiri sebelum mereka mengeluh kantuk. Ia juga mengeluarkan kue kering yang sebenarnya akan menjadi hidangan besok siang.
“Ngopi dulu!” Adhi mengangsurkan secangkir kopi kepada Fatkul yang terlihat paling sibuk mendekorasi panggung kecil. “kau terlalu bersemangat. Ini kan cuma ulang tahun biasa. Kau tidak perlu terlalu serius. Lagipula, apa-apaan dekorasi ini. Seperti untuk anak umur 17 tahun saja.”
“Tidak apa-apa kan. Lagipula kita juga belum tua kok. 23 tahun itu masih sangat muda tahu.”
Adhi hanya tertawa hambar mendegar ungkapan Fatkul barusan. “jangan sampai kau sakit karena terlalu bersemangat. Setidaknya pakailah bajumu agar kau tidak masuk angin besok.”
Fatkul bertelanjang dada. Ia tak peduli dengan hembusan angin malam. Ia merasa gerah. Ada Barrie yang telah selesai dengan pot-pot bunga yang mengelilingi meja untuk tempat kue tart. Dino bertugas mengatur meja dan kursi. Deri dan henry sibuk dengan sound system.
“Kamu punya kabel lima meteran?” teriak Henry.
Adhi mendekat. “Enggak ada. Buat apa?”
“Kita butuh kabel untuk speaker yang akan ditaruh di sana. Yang ini kurang panjang.” Ungkap Henry sambil menunjuk ke arah panggung yang sedang didekor oleh Fatkul. Rencananya, panggung itu akan dibuat sebagai tempat untuk grup band yang mereka sewa untuk tampil memeriahkan acara. Benar-benar acara untuk anak umur 17-an. Tapi karena Fatkul sangat bersemangat mengadakan acara ini, Adhi membiarkannya.
“Besok saja.” Teriak Fatkul. “aku bisa membelinya pagi-pagi.”
“Aku akan membelinya.” Kata Adhi tanpa berpikir panjang. Mungkin sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada sahabatnya, setidaknya Adhi ingin membantu lebih untuk sahabatnya itu.
“Tengah malam begini?” Fatkul melotot.
“Kenapa tidak? 9Square buka 24 jam. Aku akan ke sana untuk membeli kabel.”
Henry menatap Adhi. “Kamu berani ke sana tengah malam begini?”
“siapa takut?” tantang Adhi
“Tapi cerita-cerita itu…?”
Adhi tersenyum. “Ah, isapan jempol.” Memang, setelah Fatkul bercerita sedikit tentang 9Square yang mengambil tumbal seminggu yang lalu, banyak cerita lain kelanjutan dari cerita Fatkul. Sering terjadi peristiwa aneh serta penampakan makhluk mengerikan dalam waktu seminggu ini.
Salah satu contohnya, ada yang mengaku ada seorang wanita memakai gaun serba putih dan berambut panjang yang ingin menumpang di mobil yang sedang melintas di depan supermarket itu. Dan setelah wanita itu telah naik ke mobil, wanita itu menghilang tiba-tiba di dalam mobil.
Atau, ada cerita lain. Ada yang melihat seorang laki-laki berpakaian serba hitam yang mengganggu mobil pengunjung yang datang ke supermarket itu. Gangguannya pun berbeda-beda. Ada yang tiba-tiba dihadang saat akan keluar dari supermarket itu dan bermacam-macam cerita lainnya.
Tapi, Adhi berkeras untuk berangkat sendiri tanpa ditemani.
Pukul 00.30 Adhi tiba di supermarket serba ada 9Square. Supermarket itu tampak sepi. Suasana di sekitarnya juga demikian. Mungkin karena sekarang sudah bukan jam yang tepat untuk berbelanja, kecuali mereka yang membutuhkan sesuatu yang sifatnya mendesak dan darurat.
Di area parkir hanya ada dua mobil. Ketika mobilnya telah terparkir, Adhi segera keluar dari mobilnya. Tiba-tiba bunyi keras membuatnya kaget. Adhi seakan terpaku di tempat. Tubuhnya tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara, tidak bisa bernapas. Dengan mata terbelalak Adhi menatap bayangan itu membetulkan letak…. Tong sampah?
Adhi mengumpat karena kaget. Ternyata suara yang membuat kaget itu berasal dari petugas parkir yang menabrak dan menjatuhkan sebuah tong sampah di ujung tempat parkir itu. Seketika Adhi teringat bahwa dompetnya tertinggal di dalam mobil. Adhi kembali masuk dan menutup pintu mobil sambil mencari-cari dompetnya. Tiba-tiba sebuah ketukan keras dari kaca mobilnya mengejutkan Adhi.
“Karcisnya.”
Adhi menurunkan kaca mobil dan menerima sobekan karcis yang diangsurkan petugas parkir itu. Adhi sempat bingung. Sesaat barusan Ia melihat petugas parkir itu berada di ujung tempat parkir itu dan menabrak tong sampah. Namun, tiba-tiba saja petugas parkir tersebut sudah berada di samping mobilnya. Belum sempat berpikir lebih jauh, Adhi kembali kaget. Petugas parkir itu mengenakan seragam serba hitam seperti jas hujan. Mungkin tadi hujan di sekitar sini, batin Adhi untuk menenangkan diri.
Setelah keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk. Adhi merasakan sesuatu yang ganjil dan bulu kuduknya meremang. Ia menoleh sekali lagi ke arah petugas parkir itu yang berdiri di bawah cahaya lampu. Tubuhnya tinggi besar. Jubah yang dikenakannya mengingatkan Adhi tentang penggali kubur seperti yang ada di film-film horor.
Sesuatu di bawah jubah itu bersinar berwarna merah. Matanya? Bersinar? Adhi setengah berlari memasuki toko. Ia menyempatkan diri melihat ke arah petugas parkir itu. Petugas parkir itu memakai kacamata dan cahaya itu adalah efek pantulan sinar lampu yang mengenai kacamata itu. Batin Adhi mencari alasan.
Adhi meredakan jantungnya. Dengan langkah cepat Ia menuju daerah tempat peralatan listrik. Tempat itu benar-benar sepi. Tak ada pembeli selain dirinya. Petugas pun tak terlihat. Hanya ada seorang wanita yang duduk terkantuk-kantuk di belakang meja kasir.
   Adhi langsung mengambil kabel sepanjang 10 meter yang telah terbungkus rapi. Adhi tidak ingin pusing-pusing mencari kabel sepanjang 5 meter seperti yang dibutuhkan oleh teman-temannya karena Ia merasa harus secepatnya pergi dari tempat itu. Dari tadi perasaannya tidak enak. Adhi gugup. Ia tidak sengaja menyenggol dan menjatuhkan beberapa barang yang menimbulkan suara berisik.
Adhi menoleh kearah wanita di balik meja kasir yang seperti tersentak akibat suara berisik. Adhi tersentak dan kabel ditangannya nyaris jatuh. Ia tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya sekarang.
Wanita itu berdiri kaku. Wajahnya pucat mayat dengan mata putih. Ia menjulurkan lidahnya yang memanjang seperti ular. Matanya putih semua? Adhi menggoyangkan kepalanya untuk mengusir pikiran hantu. Adhi menoleh kearah perempuan itu dengan lebih teliti. Namun yang Ia dapati adalah wanita itu telah tertidur kembali diatas meja kasirnya.
Adhi segera berjongkok memunguti benda-benda yang Ia jatuhkan tadi. Ia menemukan cairan merah menggenang di lantai. Adhi menyentuh cairan merah itu. Dia menciumnya. Baunya amis.
Darah!?
Adhi mengeluarkan jeritan dan berjalan menjauh. Namun, anehnya cairan itu bergerak mengikuti langkah Adhi. Adhi berlari menuju meja kasir. Darah itu bergerak semakin melebar seperti mengejarnya.
Adhi tiba di meja kasir dan melemparkan kabel itu keatas meja. Perempuan yang tertidur itu tersentak. Matanya yang putih tanpa kornea itu melotot. Mulutnya yang terbuka memperlihatkan taring yang sepertinya tajam. Batin Adhi hanya berkata : LARI!
Adhi lari tunggang langgang meninggalkan toko itu. Sampai di dekat pintu, Ia dihadang oleh sosok serba hitam persis di tengah tengah-tengah pintu. Dengan penuh keberanian, Ia menerobos sosok serba hitam. Adhi tidak merasakan bahwa Ia menabrak sesuatu.
Rasa takut mengalahkan rasa bingung Adhi dengan apa yang baru saja terjadi. Adhi langsung lari kearah mobil. Ia telah mencapai mobil dan dengan tangan gemetaran Adhi membuka mobil dan langsung masuk serta mengunci mobilnya.
Tapi sebelum Ia berhasil menghidupkan mesin mobil, matanya terpaku kedepan persis didepan mobilnya. Hantu berpakaian serba hitam itu berdiri dengan tangan yang terentang. Hantu itu menerbangkan mobil Adhi dan membantingnya, menimbulkan guncangan yang luar biasa.
Gelap.~~
Gedoran berulang kali di kiri dan kanan. Susah payah Adhi membuka matanya. Terdengar suara-suara yang amat dikenalnya.
“Buka pintunya. Adhi! Buka!”
Iwan yang menggedor kaca depan mobilnya. Menoleh ke kanan, dilihatnya Fatkul berteriak-teriak dengan wajah cemas. Seluruh kesadaran Adhi telah kembali. Dibukanya pintu kanan mobil dan seketika Ia merasakan udara segar memasuki paru-parunya.
“Kamu kenapa? Kami mencemaskan kamu! Tiga jam belum juga kembali!” Tanya Fatkul dengan wajah cemas.
“Aku..Aku…” Adhi menatap ke sekeliling seperti mencari-cari sesuatu. Dimana hantu petugas parkir itu? Tak ada. “dimana?” Tanya Adhi seperti orang linglung.
“Kamu ini!” Henry memukul kepala Adhi dengan kesal. “Kami mencemaskan kamu dan terpaksa menyusul kemari. Nggak tahunya kamu malah tidur di dalam mobil!”
“Tidur?” Adhi masih melongo.
“Kamu memang kelewatan, Dhi! Kami bersusah-payah bantu-bantu, kamu malah ngungsi dan tidur disini. Mana kaca-kacanya tertutup rapat-rapat. Kamu bisa mati didalam mobil karena kehabisan oksigen, tahu!” Bentak Barrie.
Adhi turun dari mobil. Diedarkan kembali pandangan ke setiap sudut area parkir yang sunyi. Rupanya hari hampir pagi dan matahari sudah mulai terbit.
“Mana kabel yang kamu beli? Dapat tidak?” Tanya Fatkul.
“Kabel?” Adhi mengangkat tangannya yaqng kosong lalu meneliti ke dalam mobil. “Dimana kabelnya? Oh?! Tertinggal di meja kasir? Di mejanya perempuan bertaring itu!”
“Huh!” Deri mendorong tubuh Adhi dengan kesal. “Kamu memang kesini cuma untuk ngungsi tidur! Kelewatan!”
Deri berjalan kearah pintu masuk 9Square diikuti Henry, Iwan, dan Barrie.
“Ayo” ajak Fatkul sambil mengangsurkan tangan. Adhi berjalan mengikuti Fatkul. Adhi masih kebingungan. Benarkah Aku hanya tertidur didalam mobil dan mengalami mimpi buruk?
Adhi mengangkat tangan dan Ia melihat ada bercak di jarinya yang kini telah mengering dan berubah menjadi hitam. Bercak apa ini? Dengan bingung Adhi mencoba mengingat dan menduga-duga asal bercak berwarna hitam ini.
Seketika Adhi teringat dengan kejadian yang baru saja dialaminya saat Ia menyentuh cairan merah yang ternyata darah. Sekarang darah itu telah mengering dan berubah warna menjadi hitam dan berbekas di tangannya.
Saat sadar, dilihatnya hantu berpakaian serba hitam dengan mata merah menyala sedang memperhatikannya di kejauhan tempat parkir itu.

Adhi menjerit. Menjerit sekeras-kerasnya dan jatuh pingsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar